Date
Breast Cancer Ribbon

Khilafah bag 1

posted by:
noenknoenk

Khilafah, sebagai sebuah istilah politik maupun sistem pemerintahan, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru. Hanya saja, keterputusan kaum Muslim dengan akar sejarah masa lalu merekalah yang menjadikan Khilafah ‘asing’, bukan hanya dalam konteks sistem pemerintahan mereka, tetapi bahkan dalam kosakata politik mereka. Kalaupun sebagian kalangan Muslim mengakui eksistensi Khilafah dalam sejarah, gambaran mereka tentang Khilafah bias dan beragam. Ada yang menyamakan Khilafah dengan kerajaan. Ada yang menganggap Khilafah sebagai sistem pemerintahan otoriter dan antidemokrasi. Ada yang memandang Khilafah sama dengan sistem pemerintahan teokrasi. Ada juga yang menilai Khilafah sebagai sistem pemerintahan gabungan antara demokrasi dan teokrasi (baca: teodemokrasi).

Ketika dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Khilafah bukan monarki (kerajaan), bukan republik, bukan kekaisaran (imperium) dan bukan pula federasi, sebagian kalangan Muslim sendiri malah ada yang menyindir, bahwa kalau begitu, Khilafah adalah sistem pemerintahan yang ‘bukan-bukan’. Sikap demikian wajar belaka mengingat: (1) Umat sudah lama hidup dalam sistem pemerintahan sekular; (2) Pendidikan politik di bangku-bangku akademis/lembaga pendidikan selalu hanya mengenalkan model-model pemerintahan tersebut—monarki, republik, imperium atau federasi—tanpa pernah memasukkan sistem Khilafah sebagai salah satu model pemerintahan di luar model mainstream tersebut; (3) Jauhnya generasi umat Islam saat ini dari akar sejarah masa lalu mereka, termasuk sejarah Kekhilafahan Islam yang amat panjang, lebih dari 13 abad.

Tulisan berikut, meski serba ringkas, ingin mengenalkan apa itu Khilafah. Tidak lain agar kita sedikit-banyak mengenal hakikat Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan Islam yang khas, yang berbeda dengan semua sistem pemerintahan di dunia saat ini.


Definisi Khilafah

1. Khilafah secara bahasa.

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, yang berarti: menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan posisinya (Al-Mu‘jam al-Wasîth, I/251. Lihat juga: Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, I/882-883)

Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang yang mengantikan orang sebelumnya. Jamaknya, khalâ’if atau khulafâ’. Inilah makna firman Allah Swt.:

وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي

Berkata Musa kepada saudaranya, Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku.” (QS al-A’raf [7]: 142).

Menurut Imam ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, I/199).

2. Khilafah menurut syariah.

Kata khilâfah banyak dinyatakan dalam hadis, misalnya:

إنَّ أَوَّلَ دِيْنِكُمْ بَدَأَ نُبُوَّةً وَرَحْمَةً ثُمَّ يَكُوْنُ خِلاَفَةً وَرَحْمَةً ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً جَبَرِيَةً

Sesungguhnya (urusan) agama kalian berawal dengan kenabian dan rahmat, lalu akan ada khilafah dan rahmat, kemudian akan ada kekuasaan yang tiranik. (HR al-Bazzar).

Kata khilâfah dalam hadis ini memiliki pengertian: sistem pemerintahan, pewaris pemerintahan kenabian. Ini dikuatkan oleh sabda Rasul saw.:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُم الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

Dulu Bani Israel dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, nabi lain menggantikannya. Namun, tidak ada nabi setelahku, dan yang akan ada adalah para khalifah, yang berjumlah banyak. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi saw. dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226. Lihat juga: Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, IX/823).

Banyak sekali definisi tentang Khilafah—atau disebut juga dengan Imamah—yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Khilafah adalah kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Al-Qalqasyandi, Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma‘âlim al-Khilâfah, I/8).

2. Imamah (Khilafah) ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm. 3).

3. Khilafah adalah pengembanan seluruh urusan umat sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka, baik ukhrawiyah maupun duniawiyah, yang kembali pada kemaslahatan ukhrawiyah (Ibn Khladun Al-Muqaddimah, hlm. 166 & 190).

4. Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 15).

Dengan demikian, Khilafah (Imamah) dapat didefinisikan sebagai: kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Definisi inilah yang lebih tepat. Definisi inilah yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir (Lihat: Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, Qadhi an-Nabhani dan diperluas oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum, Hizbut Tahrir, cet. VI [Mu’tamadah]. 2002 M/1422 H).

Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Arief B. Iskandar].

Sumber : Hizbut Tahrir Indonesia.

hr

Leave a Reply